By : Retno Listyarti (Komisioner KPAI) Publish : lala/ detikline.com Jakarta, detikline.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas ...
Publish : lala/detikline.com
Jakarta, detikline.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup terhadap terdakwa Herry Wirawan, atas kasus pemerkosaan belasan santriwati di Bandung.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," kata Ketua Majelis Hakim Yohanes Purnomo Suryo Adi, di Pengadilan Negeri Bandung. Selasa (15/2/2022).
Komisioner KPAI Retno Listyarti |
Hal tersebut mendapat tanggapan dari Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti atas keputusan Pengadilan Negeri Bandung terhadap Herry Wirawan.
Retno mengatakan, KPAI menghormati keputusan Majelis Hakim PN Bandung yang menyidang kasus kejahatan seksual Herry Wirawan. Keputusan ini belum final, masih ada pengadilan banding dan bahkan pengadilan kasasi.
Ia mengapresiasi perhatian semua pihak atas kasus ini dan dukungan kuat penegakan hukum atas kasus kejahatan seksual Herry Wirawan.
"Penegakan hukum sangat penting untuk menimbulkan efek jera kepada para predator anak, selain itu penegakan hukum juga sejatinya memperhatikan keadilan bagi korban. Namun ketika pelaku sudah dijatuhi hukuman, lalu 13 anak korban dan 9 bayinya dapat keadilan apa?," tegas Retno.
Retno menyebut, restitusi yang diputuskan untuk para korban sangat kecil, yaitu hanya Rp 331 juta untuk seluruh korban, dan itupun tidak dibebankan kepada HW, akan tetapi dibebankan kepada Kementerian PPPA.
"Padahal KPPPA sendiri anggarannya sudah sangat kecil dibandingkan kementerian lainnya. Sedangkan penyitaan asset yayasan HW dan pelelangannya akan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang nilai assetnya juga belum jelas dan diperuntukan perawatan kepada para korban," papar Retno.
Oleh karena itu, Retno mengajak semua pihak untuk lebih konsen kepada keadilan bagi 13 anak korban maupun 9 bayi yang dilahirkan. Semuanya masih memiliki masa depan yang panjang dan sebagai anak mereka memiliki hak untuk hidup, hak untuk tumbuh kembang dengan optimal (hak atas kesehatan yang tertinggi, hak atas pendidikan, hak partisipasi, hak kesejahteraan, dll).
"Termasuk hak untuk anak memperoleh pemulihan psikis yang pasti menimbulkan trauma yang berat dan proses pemulihannya pasti sangatlah lama dan panjang, tidak sama untuk masing-masing korban. Begitupun biaya hidup sehari-hari, biaya pendidikan dan biaya kesehatan 13 korban dan 9 bayinya pasti lebih besar dari angka restitusi maupun lelang harta yayasan," ungkap Retno.
Selain itu, keputusan penyerahan kekayaan yayasan HW, seharusnya berpatokan pada UU Yayasan, siapa yang berhak menerima penyerahan dan hak mengelola harta kekayaan dari sebuah yayasan.
"Seharusnya APBN juga dapat membiayai anak-anak korban dan bayinya melalui mekanisme berbagai program pemerintah pusat, misalnya program KIP (Kartu Indonesia Pintar), KIS (Kartu Indonesia Sehat) dan PKH (Program Keluarga Harapan). Mereka seharusnya otomatis dapat sebagai bentuk pemenuhan hak-hak anak oleh Negara," tutup Retno.