Nias Selatan, detikline.com - Penahanan ST di Polres Nias Selatan selama 120 hari atau 4 bulan sudah habis pada tanggal 29 Agustus pada puk...
Nias Selatan, detikline.com - Penahanan ST di Polres Nias Selatan selama 120 hari atau 4 bulan sudah habis pada tanggal 29 Agustus pada pukul 24:00 WIB, maka Polres Nias Selatan mengeluarkan ST demi hukum, di kasus tindak pidana persetubuhan terhadap anak.
Kasat reskrim Polres Nias Selatan AKP Freddy Siagian SH, melalui Kasie Humas Polres Nias Selatan Bripka Dian Octo Tobing, saat dikonfirmasi terkait penahanan ST mengatakan, bahwasannya terduga pelaku inisial ST (30) berdasarkan batas masa penahanan yang sudah habis maka dikeluarkan demi hukum.
Namun hal tersebut tidak membuat upaya penyidikan dihentikan, karena hingga pada saat ini pihak penyidik Satreskrim Polres Nias Selatan masih berupaya melengkapi berkas administrasi penyidikan, sehingga berkas perkara dapat dinyatakan lengkap (P21) oleh JPU Nias Selatan.
"Dan jika jangka waktu sebagaimana yang kami sebut di atas sudah terlewati, hal tersebut bukan berarti tersangka bebas dari hukum. Akan tetapi, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum (Pasal 24 ayat (4) KUHAP)," jelasnya.
Pasal 24 ayat (4) KUHAP berbunyi, setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
Setiap perpanjangan penahanan hanya dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang, untuk itu atas dasar alasan dan resume hasil pemeriksaan yang diajukan kepadanya.
Mareti Ndraha Bersama Rekan Bewewa'atulo Laia menyampaikan, sebagai pendamping hukum ST menolak klien diserahkan oleh anggota PPA Reskrim Polres Nias Selatan tanpa ada kepastian hukum dan pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita selama 4 bulan oleh tersangka.
"Maka atas tindakan penahanan selama 120 hari atau 4 bulan yang dilakukan oleh Reskrim Polres Nias Selatan tanpa ada kepastian hukum, adalah tindakan melanggar HAM dan pelanggaran kode etik profesi Polri, maka selanjutnya kami akan mengajukan permohonan praperadilan dan membuat laporan kode etik profesi ke Propam," tegas Mareti Ndraha.
Kluarga ST juga menyampaikan bahwa pihaknya tidak terima keputusan penyidik dan menggunakan tameng pasal 24 ayat (4) KUHAP. Karena diduga dari hasil dari Tes DNA yang dilakukan 2 bulan yang lalu. Penyidik belum bisa menjelaskan apa hasil yang sebenarnya.
Apabila hasil tes DNA sudah keluar. Aturannya berkas sudah terkirim kepada JPU utk di P21 kan.
Keluarga ST, menilai bahwa penyidik tidak profesional dalam melakukan proses hukum terhadap kasus yang menimpa ST.
"Kami memohon kepada bapak Kapolri Republik Indonesia, bapak Kapolda Sumatera Utara, dan bapak Kapolres Nias Selatan, Kadiv Propam Polri, Kabid Propam Polda Sumatera Utara untuk membantu kami, untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum di wilayah hukum Polres Nias Selatan, karena kami masyarakat yang tidak berdaya dan tidak tau hukum," keluh Yosafati. (Felirman Baene)